Makalah Gerakan Wahabi dan
Muktazilah
Disusun untuk Memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Aliran Modern Dalam Islam
Dosen Pengampu : Dian Hasanah, M.M.Pd
Oleh:
SRI WAHYUNI AYU WANGI
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SABILI BANDUNG
Jl. Gagak, No.15
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat
dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah
ini. Kami sampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata
kuliah. dan semua pihak yang turut membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini
masih begitu banyak kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan baik dari
isinya maupun struktur penulisannya, oleh karena itu kami sangat mengharap
kritik dan saran positif untuk perbaikan dikemudian hari.
Demikian semoga makalah ini memberikan manfaat
umumnya pada para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri. Aamiin.
Caringin,
………..2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
………………………………………………..............................ii
Daftar Isi
………………………………………………………...........................iii
Bab I. Pendahuluan
…………………………………………..............................1
Bab II. Pembahasan …………………………………………..............................3
Bab III. Penutup ……………………………………………….
.........................25
Daftar Pustaka ……………………………………………….............................27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gerakan
Wahabi dimotori oleh para juru dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka
menebarkan kebencian, permusuhan dan didukung oleh keuangan yang cukup besar.
Mereka gemar menuduh golongan Islam yang tak sepaham dengan mereka dengan
tuduhan kafir, musyrik dan ahli bid’ah! Itulah tuduhan yang selalu
disebar-luaskan pada setiap kesempatan, melalui radio, majallah, bulletin
Jum’at dan bahkan TV – TV milik mereka. Mereka ogah mengakui jasa para ulama
Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri. Di negeri kita ini mereka
menaruh dendam kesumat dan kebencian mendalam kepada para Wali Songo.
Mereka
mengatakan ajaran para wali itu masih kecampuran kemusyrikan Hindu dan Budha,
padahal para Wali itu telah meng-Islam-kan 90 % penduduk negeri ini. Mampukah
wahabi-wahabi itu meng-Islam-kan yang 10% sisanya? Mempertahankan yang 90 %
dari terkaman orang kafir saja tak bakal mampu, apalagi mau menambah 10 %
sisanya. Justru mereka dengan mudahnya mengkafirkan orang-orang yang dengan
nyata bertauhid kepada Allah SWT. Jika bukan karena Rahmat Allah yang
mentakdirkan para Wali Songo untuk berdakwah ke negeri kita ini, tentu
orang-orang yang menjadi corong kaum wahabi itu masih berada dalam kepercayaan
animisme, penyembah berhala atau masih kafir.
Oleh
karena itu janganlah dipercaya kalau mereka mengaku-aku sebagai faham yang
hanya berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka berdalih mengikuti
keteladanan kaum salaf apalagi mengaku sebagai golongan yang selamat dan
sebagainya, itu semua omong kosong belaka. Mereka telah menorehkan catatan
hitam dalam sejarah dengan membantai ribuan orang di Makkah dan Madinah serta
daerah lain di wilayah Hijaz (yang sekarang dinamakan Saudi)
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Sejarah Gerakan Wahabi dan Muktazilah
2.
Bagaimana I’tiqad Kaum Wahabi Yang Bertentangan Dengan I’tiqad Ahlusunnah Wal
Jama’ah?
3.
Bagaimana Perbedaan Antara (Sunni) Aswaja Dengan Wahabi?
4.
Bagaimana Perkembangan Ajaran Wahabi dan Muktazilah Di Indonesia?
C. Tujuan
1.
Mengetahui Sejarah Gerakan Wahabi dan Muktazilah
2.
Mengetahui I’tiqad Kaum Wahabi Yang Bertentangan Dengan I’tiqad Ahlusunnah Wal
Jama’ah.
3.
Mengetahui Perbedaan Antara (Sunni) Aswaja Dengan Wahabi.
4.
Mengetahui Perkembangan Ajaran Wahabi dan Muktazilah Di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Gerakan Wahabi
Wahabiyah di nisbatkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab. Ia lahir di
perkampungan Uyainah, Najad (kota terpencil di Saudi Arabia, pada 1111 H dan
meninggal di Daraiyyah pada 1206 H.
Semasa belajar di Madinah, para gurunya merasa khawatir padanya karena sering
mengeluarkan pernyataan-pernyataan ekstrem yang menghujat para ulama. Ia
belajar di Makkah di bawah bimbingan Muhammad Sulaiman Al-Kurdi, Abdul Wahab
(Bapaknya) daan Sulaiman bin Abdul Wahab (kakaknya). Kemudian merantau ke
Bashrah dank e Baghdad. Di Baghdad ini ia menikahi seorang wanita janda kaya. Setelah
istrinya wafat, ia pindah ke Kurdistan, Hamdan, dan Isfahan.
Saat kembali ke kampung halamannya, ia melihat masyarakat banyak melakukan
perbuatan di luar syariat islam. Contohnya, tawassul dengan pohon kurma yang
besar, mengultuskan kuburan para sahabat, keluarga Nabi saw, dan Rasulullah
saw. Ia mendengar kabar bahwa di Madinah terdapat orang-orang yang memohon
pertolongan kepada orang yang telah wafat (Muhammad saw) dan meminta selain
kepada allah. Ia menilai tindakan tersebut bertentangan dengan al-quran dan
sunnah rasulullah saw.[1]
Karena itu, ia merasa terpanggil untuk mengembalikan mereka pada tauhid dan
mengajarkan bahwa meminta itu harus kepada Allah. Sebabnya, hanya allah yang
maha kuasa dan maha pencipta. Selain allah bersifat lemah.
Abdul Wahab menyeru kepada masyarakatnya untuk tetap berpegan teguh Pada
al-quran dan hadits dalam menjalankan ibadah dan kehidupan sehari-harinya.
Namun, dakwah tauhid yang di serunya itu menuai protes dari masyarakat setempat,
sehingga ia harus pindah ke desa sebelah utara Riyadh.
Dalam upaya memuluskan misinya, Muhammad bin Abdul Wahab bergabung dengan
keluarga kerajaan Muhammad bin Saud. Karena di dukung penguasa, lambat laun
pemikiran dan ajaran-ajaran Muhammad bin Abdul Wahab berhasil menarik perhatian
banyak orang, termasuk yang jauh dari Najad, seperti Amir Muhammad bin Ismail
San’ani (1099-1186 H).
Menurut Ahmad Sarwat, Muhammad bin Abdul Wahab tidak menulis buku yang tebal
dan berjilid-jilid seperti para fuqaha atau filsuf muslim. Ia hanya menulis
beberapa risalah atau makalah pendek yang dikumpulkan menjadi “kitab
at-tauhid” yang kini menjadi rujukan para ulama. Di dalmnya terdapat larangan
membuat bangunan di atas kuburan dan memasang larangan lampu di dalamnya. Kaum
wahabi juga melarang orang melakukan tindakan yang menjerumuskan mereka pada
syirik. Seperti melarang ber-tawassul dengan menggunakan nama orang sholeh.[2]
Mereka tak segan-segan melakukan tindakan keras dalam menyebarkan pahamnya itu.
Ketika memasuki kota Tha’if pada 1924, kaum wahabi melakukan penjaharan dan
menyeret para qadi (hakim agama) yang menolak paham wahabiyah, dan bahkan
membunuh mereka.[3] Mereka juga meratakan kuburan rasulullah saw dan
menghancurkan kuburan para sahabat serta bangunan kuburan tokoh-tokoh sufi yang
sering di kunjungi masyarakat.
Perbuatan yang tidak terpuji ini dilakukan setelah kerjaan Arab Saudi berdiri
dan mengambil paham Wahabiyah sebagai mahdzab resmi Negara.[4]. merka tidak
hanya menolak praktik dan ajaran sufi, bahkan menganggapnya sebagai bid’ah dan
syirik. Memang ini konsekuensi dari sikap teologis Muhammad bin Abdul Wahab
yang tegas dengan prinsip tuhid (pengesaan allah). Begitu juga dengan sikap
taqlid[5] di kalangan umat islam, dianggapnya sebagai penyebab kemunduran
islam.
Sikap radikal dalam memurnikan ajaran islam Muhammad bin Abdul Wahab ini oleh
sebagai peneliti islam di sebut gerakan pembaruan islam. Namun, dalam
perkembangannya, sikap kritis itu tidak menular kepada pengikutnya. Mereka
malah menjadi fanatic dan terjebak dalam taqlid kepada Muhammad bin Abdul
Wahab.
Ajaran pemurnian akidah islam ini dikritik oleh Sulaiman bin Abdul wahab kakak
Muhammad bin Abdul Wahab dalam buku Al-Shawa’iq Al-IIahiyah. Di ceritakan bahwa
suatu waktu terjadi diskusi antara Muhammad bin Abdul Wahab dengan kakaknya.
“berapakah rukun islam ?” Tanya Sulaiman.
Sang adik menjawab, “lima”.
“tetapi kamu menjadikannya enam?” serangnya.
“apa? Enam. Rukun islam itu lima!” tegas sang adik.
“ya, yang ke-enam itu kamu memfatwakan bahwa barang siapa yang mengikutimu
adalah mukmin dan yang tidak sesuai dengan fatwamu adalah kafir,”ujar Sulaiman
menjelaskan.
Para
ulama sunni pun memberikan kritik terhadap aliran wahabiyah ini. Diantaranya
Abdullah bin Lathif Syafii menulis kitab tajrid syaiful al-jihad lil mudda’I
al-ijtihad”, afiffudin Abdullah bin dawud hanbali menulis kitab “as-awa’iq wa
al-ruduud” Muhammad bin abdurahman bin afalik hanbali menulis kitab “tahkamu
al-muqalladin biman ad’I tajdidi ad-diin”, ahmad bin ali bin luqbaani basri dan
syaikh atha’ allah makki yang menulis kitab “al-aarimul al-hindi fi unuqil
najdi”, dan seorang ulama syi’ah bernama ayatollah ja’far kasyif al-qittha juga
memberikan kritik terhadap ajaran wahabiyah ini.
Aliran wahabiyah ini jika diruntut secara historis berasal dari pemikiran dan
fatwa yang di kembangkan oleh ibnu taimiyah dan ahmad bin hanbal. Dengan
dukungan pemerintah Arab Saudi, ajaran wahabiyah cepat menyebar dan
menginspirasi lahirnya gerakan pembaruan islam Indonesia yang di tandai
berdirinya Muhammadiyah dan persatuan islam[6]
B. I’tiqad
Kaum Wahabi Yang Bertentangan Dengan I’tiqad Ahlusunnah Wal Jama’ah
1.
Mendo’a Dengan Bertawasul Syirik
Ulama-ulama
Wahabi selalu memfatwakan bahwa mendo’a dengan tawassul adalah syirik/haram.
Hal ini tidak heran karena paham Wahabi itu adalah penerus yang fanatik dari
fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah.
Pendirian
kaum Ahlussunnah wal Jama’ah dalam soal “tawassul” sudah dibentangkan dalam
pasal yang terdahulu yang membicarakan fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah. Pada pasal
itu telah kami kemukakan dalil-dalil al Qur’an dan hadits-hadits yang bertalian
dengan tawassul itu.
2.
Istigatsah Syirik
Tersebut
dalam kitab karangan ulama Wahabi, berjudul “At Hidayatus Saniyah wat Tuhfatul
Wahabiyah”. Pada pagina 66 yaitu:
“Barang
siapa menjadikan malaikat, Nabi-Nabi, Ibnu Abbas, Ibnu Abi Thalib atau Mahjub
perantara antara mereka dengan Allah, karena mereka dekat dengan Allah, seperti
yang banyak diperbuat orang dihadapan raja-raja, maka orang itu kafir, musyrik,
halal darahnya dan hartanya, walaupun ia mengucapkan dua kalimah syahadat,
walaupun ia sembahyang, puasa dan menda’wakan dirinya muslim.”
Terang
menurut buku Wahabi ini bahwa kaum Wahabi mengkafirkan sekalian orang islam
yang sudah membaca syahadat kalau orang Islam itu menjdikan Malaikat,
Nabi-Nabi, Ibnu Abbas, Ibnu Abi Thalib (maksudnya Saidina ‘Ali Kw.) atau Mahjub
menjadi perantara mereka dengan Allah.
Arti
“menjadi perantara” yang dilarang itu – menurut paham Wahabi ialah
ber-istigatsah dengan mereka.
Tegasnya:
“Siapa yang ber-istigatsah menjadi syrik”.
Apa
yang dimaksud dengan istigatsah?
Contohnya
ialah: seorang Muslim datang menziarahi kuburan (makam) Nabi di Madinah, lantas
disitu ia berkata menghadapkan pembicaraan kepada Nabi: “Hai Rasulullah hai
Habiballah, hai penghulu kami Muhammad Nabi akhir zaman, berilah kami syafaat
engkau diakhirat, mintakanlah kepada Tuhan supaya kami ini selamat
dunia-akhirat”.
Inilah
ucapan orang yang ber-istigatsah
Cara
ini syirik menurut kaum Wahabi, karena terdapat beberapa unsur kemusyrikan,
yaitu:
a.
Memanggil dan mnghadapkan pembicaraan kepada orang yang telah mati, sedang
orang itu sudah menjadi bangkai.
b.
Meminta atau memohon pertolongan kepada orang mati, kepada makhluk, sedang yang
boleh dijadikan tempat memohon pertolongan itu hanyalah Allah saja.
c.
Menjadikan Nabi ini sebagai perantara antara ia dengan Allah, padahal setiap
orang Islam boleh mendo’a langsung saja kepada Tuhan, sedangkan Tuhan itu dekat
kepada sekalian hamba-Nya.
Inilah
unsur-unsur kemusyrikan dalam istigatsah itu dan karenanya orang itu menjadi
musyrik kalau mengerjakan ini.
Kaum
Ahlussunnah wal Jama’ah berpendapat:
a.
Memanggil dan menghadapkan pembicaraan kepada orang yang telah mati boleh saja,
tidak terlarang, dan bahkan dikerjakan oleh Nabi dan sahabat belum juga oleh
ummat Islam diseluruh dunia.
b.
Nabi Muhammad Saw. walaupun beliau sudah mati, tetapi beliau hidup dalam kubur
dan mendengar sekalian salam orang dan sekalian permintaan orang sebagai
keadaannya sewaktu belum hidup didunia.
c.
Minta tolong kepada makhluk, kepada lain Allah, kepada Nabi dan kepada manusia
boleh saja, tidak terlarang dalam agama.
Inilah
perbedaan paham yang prinsipil antara Ahlusunnah wal Jama’ah dengan Wahabiyah.
3.
Berpergian Ziarah Kubur Haram
Suatu
ciri khusus dari paham Wahabi ialah mengharamkan pergi ziarah kubur. Kalau
dilakukan maka perjalanan itu dianggap ma’siyat yang wajib dilarang.
Kaum
Ahlusunnah seluruhnya menfatwakan bahwa perjalanan ke Madinah untuk menziarahi
makam Nabi adalah perjalanan yang dituntut oleh syari’at islam. Sunnat-muakkad
yang baik sekali untuk dikerjakan.
Kaum
Wahabi selanjutnya mengatakan bahwa tidak boleh mengqsar atau menjama’
sembahyang dalam perjalanan untuk ziarah itu, karena perjalanan itu adalah
perjalanan ma’siyat.
Tetapi
fatwa ini pada waktu sekarang sudah tinggal diatas kertas saja. Kaum wahabi
yang berkuasa di Makkah sekarang tidak sanggup atau tidak berani melawan umat
islam sedunia, yang datang berbondong-bondong menziarahi makam Nabi ke Madinah
tiap-tiap tahun atau diluar musim-musim haji.
4.
Qubbah Diatas Kubur Haram
Sejalan
dengan fakta tidak boleh menziarahi makam-makam, kaum Wahabi berpendapat bahwa
membuat qubbah diatas makam perkuburan adalah haram dan karena itu semuanya
harus diruntuhi, kalau ada.
Hal ini dilaksanakan oleh mereka pada ketika memasuki Hijaz pada gelombang yang
pertama tahun 1803 M. dan pada gelombang kedua tahun 1924 M. Qubbah-qubbah
makam Siti Khadijah di Mu’ala Mekkah dan sahabat-sahabat lain, begitu juga
qubbah Saidna Hamzah dekat bukit Uhud begitu juga qubbah-qubbah di makam Baqi’i
di Madinah semuanya diruntuhi.
Bagi kaum Ahlussunnah wal jama’ah menganggap qubbah-qubbah pada makam-makam itu
tak apa-apa, bahkan hal itu baik sekali untuk dibangun sebagai tanda bagi
ulama-ulama dan auliya-auliya yang bermakam disitu, sehingga memudahkan bagi
sekalian orang yang hendak datang berziarah.
Di situlah perbedaan paham antara kaum Wahabi dengan Ahlussunnah wal Jama’ah.
5.
Menghisap Rokok Haram Dan Syirik
Lasykar-lasykar
Wahabi sebelum merebut Madinah dicangkoki dengan pengjaran agama bahwa menghisap
sigaret atau menghisap rokok adalah perbuatan syetan sedang orang-orang yang
menghisap rokok itu banyak di Makkah, menduduki kota Suci, karena itu kita
harus mengalahkan mereka. Inilah pangkalnya pengajian menghisap rokok syirik.
Bagi
kaum Ahlussunnah wal Jama’ah menghisap rokok itu harus saja, hanya kalau
membikin mudarat bagi tubuh barulah hukumnya haram. Kalau tidaknya tidak
apa-apa. Merokok sama dengan makan buah-buahan saja, kalau mau ya boleh dan
kalau tidak ya boleh juga. Jadi termasuk mubah (harus).
6.
Qubbah Maulid Nabi Diruntuhi
Lasykar-lasykar
Wahabi setelah memasuki Mekkah lantas meruntuhkan qubbah diatas tempat di mana
Nabi dilahirkan, yaitu di Suq al Leil Makkah. Tempat itu kami lihat hanya
dipakai untuk menambatkan onta-onta.
Bangunan
itu dianggap oleh dunia Islam sebagai bangunan sejarah, sebagai “tugu
kemerdekaan”, yang mana setiap orang haji yang datang ke Mekkah memerlukan
datang melihat-lihat tempat dimana Nabi dilahirkan itu.
Memang
luka hati kita melihat, bahwa tempat yang mengandung sejarah kebesaran Islam
itu dijadikan tempat tambatan onta yang seolah-olah dihinakan saja.
Alasan
peruntuhannya, kata mereka, karena gedung itu membawa orang kepada syirik,
dikhawatirkan orang Islam akan menyembah “gedung sejarah” itu, karena banyak
yang datang ke Mekkah memegang-megang dinding gedung itu dan bahkan ada yang
menciumnya, katanya. Semuanya itu adalah syirik kata ulama-ulama Wahabi.
Kaum
Ahlussunnah wal Jama’ah, atau katakanlah dunia Islam yang banyak, tidak
berpaham begitu. Mereka berpendapat bahwa makam Nabi-nabi, auliya-auliya,
ulama-ulama dan orang-orang mati syahid lebih baik dibuatkan qubbahnya,
sehingga mudah diketahui oleh orang yang hendak datang ziarah, sebagai
keadaannya dengan “Qubbatul Khadra” (Kubah Hijau) pada makam SaidinaMuhammad
Saw. di kota Madinah.
7.
Tauhid Rububiyah dan Tauhid Ushuliyah
Kaum
Wahabi melarang orang-orang mengaji sifat Dua Puluh sedang hal ini dianjurkan
oleh kaum Ahlussunnah wal Jama’ah. Mereka menciptakan suatu pengajian tauhid
secara baru, yang tidak ada dari dulu, baik pada zaman Nabi Muhammad atau pada
zaman sahabat-sahabat beliau.
Pengajian
baru itu apa yang dinamakan oleh mereka dengan Tauhid Rububiyah dan Tauhid
Uluhiyah.
Tauhid
itu dua macam kata mereka, yaitu:
1)
Tauhid Rububiyah, yaitu tauhidnya orang kafir, tauhidnya orang musyrik yang
menyembah berhala, atau dengan kata lain “Tauhidnya orang syirik.”.
2)
Tauhid Uluhiyah, yaitu tauhidnya orang mu’min, tauhidnya orang Islam serupa
iman dan Islamnya kaum Wahabi.
Jadi
kesimpulannya – kata mereka – ada orang yang mengakui ada Tuhan, tetapi
menyembah lain Tuhan. Ini namanya Tauhid Rububiyah, yaitu tauhidnya orang yang
mempersekutukan Tuhan.
Adapun
tauhid Uluhiyah – menurut mereka – ialah tauhid sebenar-benarnya, yaitu
me-Esakan Tuhan, sehingga tak ada yang disembah selain Tuhan. Inilah tauhidnya
orang mu’min sejati, kata mereka.
Pengajian
macam ini tak pernah ada sedari dulu, tidak pernah disebut oleh kaum
Ahlussunnah, begitu juga oleh kaum Mu’tazilah dan Syi’ah.[7]
C. Perbedaan
Antara (Sunni) Aswaja Dengan Wahabi
Mungkin
orang-orang yang awam tidak begitu menyadari perbedaan besar antara
akidah yang dijalani Ahlusunnah wal jamaah dengan Akidah Ala Wahabi. Sehingga
sebagian diantarnya ada yang berhujah dengan keduanya karna tidak bisa
membedakannya dan akibatnya terjadi kerancuan bahkan menimbulkan kesalah
pahaman yang makin besar. Orang-orang semacam ini hanya mengikuti saja pendapat
sebagian orang tanpa berfikir jauh jika ada hal yang salah dalam
pemahamnnya.
Lucunya
lagi ada yang mengaku Ahlusunnah wal jama`ah, namun apa yang ia sampaikan,
justru paham Wahabi. Ada pula wahabi wahabian alias pengikut taglid yang
sebenarnya tidak banyak paham akidah wahabi namun kemudian malah apa yang ia
utarakan justru paham paham Ahlususnnah wal jama`ah yang dia anggap itu ajaran
wahabi.dan celakanya lagi ia ngotot mempertahankannya degan mengatakan “ Inilah
akidah wahabi yang benar”.
Untuk
memahami apa sebenarnya yang menjadi pokok persoalan antara Ahlusunnah wal
Jam`ah degan Wahabi, berikut ini penjelasan sebagian dari permasalahan
itu.
1)
Persoalan : Maha Suci Allah daripada bersifat duduk atau bersemayam
Pendapat
Aswaja : Menganggap atau mengatakan bahwa Allah duduk atau bersemayam di atas
arasy atau di atas kursi Adalah suatu hal yang keliru karna yang demikian itu
adalah sifat makhluk Allah bukan sipat Allah.
DALILNYA
: Firman Allah Ta’ala: "Dia(Allah) tidak menyerupai sesuatu pun daripada
makhlukNya,baik dari satu segi maupun dari semua segi, dan tidak ada sesuatu
pun yang menyerupaiNya"(Asyura ayat:11)
Pendapat
Wahabi : Wahabi menyamakan Allah dengan manusia dan juga binatang.Mereka
berkata:“Allah duduk di atas kursi”[8]
2)
Persoalan : Maha suci Allah daripada anggota dan jisim
Pendapat
Aswaja : Allah Ta’ala tidak sama dengan makhlukNya, Dia tidak mempunyai anggota
dan jisim sebagaimana Yang dimiliki oleh makhluk.
DALILNYA
:. Firman Allah Ta’ala:_ ليس كمثله شى
Maksudnya:
"Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatu pun dari makhlukNya baik dari satu
segi maupun dari semua segi, dan tidakada sesuatu pun yang
menyerupaiNya".(Asyura ayat:11)
Pendapat
Wahabi : Ibnu Baz berkata: “penafian jisim dan anggota bagi Allah adalah suatu
yang dicela”[9]
3)
Persoalan : Maha suci Allah dari tempat
Pendapat
Aswaja : Allah Ta’ala wujud tanpa tempat, karena Dia yang menjadikan tempat
yang mempunyai batasan batasan,kadar tertentu dan bentuk sedangkan Allah
tidak bisa disifatkan sedemikian.
Dalilnya
: Sabda Nabi: "Allah wujud pada azal(adaNya tanpa permulaan),dan belum
wujud sesuatu selainNya"H.R al-Bukhari,isnad sahih
Pendapat
Wahabi : Ibnu Baz mengatakan bahwa zat Allah Ta’ala itu di atas
arasy.[10]
4)
Persoalan : tentang Abu jahal dan Abu lahab
Pendapat
Aswaja : Abu jahal dan Abu lahab bukanlah dari kalangan orang Islam sebagaimana
di jelaskan dalam Alquranul kariim dan tidak bisa terbantahkan kekuatan firman
Allah.
Dalilnya
: Firman Allah Ta’ala mengenai Abu lahab:Maksudnya: kelak dia akan masuk ke
dalam api yang menyala-nyala.(Al-Masad ayat: 3)
Pendapat
Wahabi : Wahabi mengatakan bahwa Abu jahal lebih mulia dan mengamalkan
serta peng-ESA-an tauhid mereka kepada Allah daripada orang Islam
umumnya yang mengucap dua kalimah syahadah. ( yang dimaksudkan dengan orang
Islam di sini ialah mereka yang bertawassul dengan wali-wali dan para solihin
dimana pengertian tawasul menurut wahabi seperti menyembah berhala, batu, orang
mati atau sejenisnya ).[11]
5)
Persoalan : Madzab
Pendapat
Aswaja : 4 madzab adalah generasi penerus akidah Ulama Salaf
sebagaimana penjelasn sunnah Rasullullah yang menjadi pembimbing umat
islam kearah yang benar menurut sunnah Rasulullah.dan bukan syirik
Dalil
: ijma kebanyakan ulama sepakat
Pendapat
wahabi : “Mengikut mana-mana mazhab adalah syirik.”[12]
Ada
banyak sekali perbedaan antara keduanya..terutama memahami perkara Bid`ah
walaupun keduanya sama sama sepakat mengakui adanya Bid`ah dan pada
uraian ini hanya sekedar bahan renungan kita atas hujah hujah para Ulama
Ahlsuunnah wal jama`ah dan Wahabi.[13]
D. Perkembangan
Ajaran Wahabi di Indonesia
Di
Indonesia ajaran Wahhabi dibawa orang-orang muslim negara lain yang menunaikan
ibadah haji di Mekkah, tercacat beberapa nama pembawa pengaruh Wahhbisme di
Indonesia diantaranya Haji Miskin dari Luhak Agam, Haji Piobang dari Luhak 50
kota, dan Haji Sumanik dari Luhak Tanah Datar. Ketiga tokoh ini berasal dari
kaum Paderi di Minangkabau menunaikan haji tahun 1803. Gerakan reformasi yang
dilakukan ajaran Wahhabi juga melalui cara-cara yang cukup ekstrim dan radikal.
Beberpa aktifitas yang dipandang berbau bi’ad, khurafat, dan sesuatu yang tidak
sejalan dengan ajaran Islam yang ada di dalam Nash, yakni Alqur’an dan As
Sunnah yang harus disikat habis.
Kuburan
sabung ayam dan perjudian diserang oleh para pengikut Wahhabi. Tidak hanya itu,
selain memerangi pria-pria pemakai emas dan pemadat tembakau, surau-surau yang
mengembangkan tarekat dan memberi penghargaan yang lebih kepada para syeh
dikecam keras. Aksi-aksi tersebut banyak mendapat perlawalan dari masyarakat
karena dianggap keras dan mengarah ke Anarkisme. Sementara dibelahan Nusantara
yang lain Wahhabi telah menjelma semacam organisasi-organisasi beridiologi
tertentu.
Wahhabisme
mulai merasuk ke dalam tataran gerakan-gerakan massiv yang cukup diperhitungkan
terutama terbentuk dalam perhimpunan sosial seperti Serekat Islam (SI) dan
Muhammadiah yang menjadi masa baru gerakan di Indonesia yang terorganisir.
Penguasa Arab pernah mengudang kaum Islam Indonesia untuk menghadiri kongres di
Mekkah yang diwaliki oleh Cokroaminoto dari SI dan KH. Mas Mansyur dari Muhammadiah.
Ada
beberapa organisasi yang menganut paham Wahhabisme di Indonesia antara lain :
Jami’at Khair (1901), Sarikat Islam (1912), Muhammadiyah (1912), Persatuan
Islam / Persis, Jami’iyyat Al Islah wal Irsyad Madrasah Salafiah di Indonesia
dan lain – lain.[14]
B.
ALIRAN MU`TAZILAH
1. Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangannya
Kaum
Mu`tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan dunia Islam
selama lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan, selama
waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin
terutama para ulama Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka.
Tentang
awal munculnya sekte ini banyak diperselisihkan oleh para ulama, namun sebutan
mu`tazilah itu lebih banyak ditujukan kepada dua tokoh kontroversial yang
bernama Washil Ibn Atha` dan Amr Bin Ubaid.
Keduanya
adalah murid dari seorang Sayyidut tabi`in di wilayah Basrah yang bernama Abu
Hasan Al-Basri, kemunculan mu`tazilah ini bermula dari lontaran ketidak
setujuan dari Washil Ibn Atha` atas pendapat Hasan Basri yang mengatakan bahwa
seorang muslim yang melakukan kefasikan (dosa besar), maka di akhirat nanti
akan disiksa lebih dahulu sesuai dengan dosanya, kemudian akan dimasukkah
jannah sebagai rahmat Allah atasnya,
Washil
Ibn Atha` menyangkal pendapat tersebut. Sebaliknya dia mengatakan bahwa
kedudukan orang mukmin yang fasik tersebut tidak lagi mukmin dan tidak juga
kafir.
Sehingga
kedudukannya tidak dineraka dan tidak pula di surga. namun dia berada dalam
satu posisi antara iman dan kufur. Antara surga dan neraka (al-manzilah baina
manzilatain).
Ketika
Hasan al- Basri mendengar kebid`ahan mereka, maka dia mengusirnya dari majelis,
lalu Washil Ibn Atha` memisahkan diri kemudian diikuti oleh para sahabatnya
yang bernama Amr bin Ubaid. Maka pada saat itulah orang-orang menyebut mereka
telah memisahkan diri dari pendapat umat.
Sejak
itulah pengikut mereka berdua disebut Mu`tazilah.
Peristiwa
yang paling menggemparkan dalam sejarah perjalanan Mu`tazilah ini adalah
peristiwa Al-Quran ialah makhluk. Sebuah peristiwa yang telah menelan ribuan
korban dan kaum muslimin, yaitu mereka yang tidak setuju pada pendapat bahwa
Al-Quran adalah makhluk.
Mereka
( Ahlus Sunnah ) tetap bersikukuh pada pendapat mereka, bahwa Al-Quran adalah
kalamullah sebagaimana yang dipahami oleh para salaf. Termasuk ulama yang
mendapatkan ujian berat dari peristiwa Al-Quran makhluk ini adalah Imam
Syafi`ie dan Imam Ahmad.
2.Gerakan Kaum Mu`tazilah
Gerakan
kaum Mu`tazilah pada mulanya memiliki dua cabang yaitu :
Di
Basrah (Iraq) yang dipimpin oleh Washil Ibn Atha` dan Amr Ibn Ubaid dengan
murid-muridnya, yaitu Ustman bin Ath Thawil , Hafasah bin Salim dll. Ini
berlangsung pada permulaan abad ke 2 H. Kemudian pada awal abad ke 3 H wilayah
Basrah dipimpin oleh Abu Huzail Al-Allah (wafat 235), kemudian Ibrahim bin
Sayyar (211 H) kumudian tokoh Mu`tazilah lainnya.
Di
Bagdad (iraq) yang dipimpin dan didirikan oleh Basyir bin Al-Mu`tamar salah
seorang pemimpin Basrah yang dipindah ke Bagdad kemudian mendapat dukungan dari
kawan-kawannya, yaitu Abu Musa Al- Musdar, Ahmad bin Abi Daud dll.
Inilah
imam-imam Mu`tazilah di sekitar abad ke 2 dan ke 3 h. DI Basrah dan di Bagdad,
khalifah-khalifah Islam yang tereang-terangan menganut aliran ini dan
mendukunhnya adalah :
1.Yazid
bin Walid (Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa pada tahun 125-126 H)
2.Ma`mun
bin Harun Ar-Rasyid (Khalifah Bani Abbasiah 198-218 H)
3.Al-
Mu`tashim bin Harun Ar-Rasyid (Khalifah Bani Abbasiah 218-227 H)
4.Al-
Watsiq bin Al- Mu`tashim (Khalifah Bani Abbasiah 227-232 H)
Diantara
gembong-gembong ulama Mu`tazilah lainya adalah :
1.Utsman
Al- Jahidz, pengarang kitab Al- Hewan (wafat 255 H)
2.Syarif
Radhi (406 H)
3.Abdul
Jabbar bin Ahmad yang terkenal dengan sebutan Qadhi`ul Qudhat.
4.Syaikh
Zamakhsari pengarang tafsir Al- Kasysyaf (528 )
5.Ibnu
Abil Hadad pengarang kitab Syarah Nahjul Balaghah (655)
3.Paham Mu`tazilah
Abu
Hasan Al- Kayyath berkata dalam kitabnya Al- Intisar “Tidak ada seorang pun
yang berhak mengaku sebagai penganut Mu`tazilah sebelum ia mengakui Al- Ushul
Al- Khamsah (lima dasar) yaitu Tauhid, Al- Adl, Al- Wa`du Wal Wai`id, Al-
Manzilah Baina Manzilatain, jika telah menganut semua nya, maka ia penganut
paham Mu`tazilah. Berikut penjelasannya masing-masing yaitu 1.Tauhid, memiliki
arti “Penetapan bahwa Al-Quran itu adalah makhluk” sebab jika Al-Quran bukan
makhluk, berarti terjadi sejumlah zat qadiim (menurut mereka Allah adalah
Qadiim, dan jika Al-Quran adalah Qadiim, berarti syirik/ tidak bertauhid).
2.Al-Adl,
memiliki Arti “Pengingkaran terhadap taqdir” sebab seperti kata mereka bahwa
Allah tidak menciptakan keburukan dan tidak mentaqdirkan nya, apabila Allah
menciptakan keburukan, kemudian Dia menyiksa manusia karena keburukan yang
diciptakannya, berarti Dia berbuat zalim, sedang Allah adil dan tidak berbuat
zalim.
3.Al-
Wa`du Wal Wa`iid (terlaksananya ancaman), maksudnya adalah apabila Allah
mengancam sebagian hamba-Nya dengan siksaan, maka tidak boleh bagi Allah untuk
tidak menyiksa-Nya dan menyelisih ancaman-Nya, sebab Allah tidak menginginkan
janji, artinya- menurut mereka Allah tidak memaafkan orang-orang yang
dikehendaki-Nya dan tidak mengampuni dosa-dosa (selain syirik) bagi yang
dikehendaki-Nya. Hal ini jelas bertentangan dengan Ahlus Sunnah Waljama`ah.
4.Al-Manzilah
Baina Manzilatain, Artinya orang yang berbuat dosa besar berarti keluar dari
iman tetapi tidak masuk kedalam kekufuran, akan tetapi ia berada dalam satu
posisi antara dua keadaan (tidak mukmin dan tidak juga kafir)
5.Amar
Ma`ruf Nahi Munkar, yaitu bahwa mereka wajib memerintahkan golongan selain
mereka untuk melakukan apa yang mereka lakukan dan melarang golongan selain
mereka apa yang dilarang bagi mereka.
Beberapa
I`tiqad kaum Mu`tazilah yang bertentangan dengan Ahlus Sunnah yaitu :
1.Mereka
berpendapat bahwa baik buruknya sesuatu ditentukan oleh akaln dan bukan oleh
syari`at. Dengan demikian dalam pandangan mereka akal menduduki kedudukan yang
lebih tinggi dari pada syari`at.
2.Mereka
mengatakan bahwa tidak memiliki sifat. Apa yang tercantum dalam Al- Quran dan
sunnah berupa asma dan sifat Allah merupakan sekedar nama yang tidak memiliki
pengaruh sedikitpun dari nama tersebut. Dengan demikian mereka menafikan adanya
sifat-sifat tinggi dan mulia bagi Allah.
3.Mereka
berpendapat bahwa Al-Quran adalah makhluk. Ahlus Sunnah berpendapat dan
bersepakat bahwa Al- Quran bukan makhluk.
4.Mereka
berpendapat bahwa pelaku dosa besar dari golongan mukmin, maka dia tidak
disebut lagi sebagai seorang mukmin, namun juga tidak disebut kafir. Ahlus
sunnah berpendapat bahwa seorang mukmin yang berbuat dosa besar , ia tetap
sebagai mukmin yang berbuat kefasikan .
5.Mereka
berpendapat bahwa Allah tidak dapat dilihat nanti pada hari kiamat (ketika dalam
surga), karena hal itu akan menimbulkan pendapat, seolah-olah Allah berada
dalam surga atau Allah dapat dilihat. Ahlus Sunnah berpendapat bahwa
orang-orang beriman yang telah masuk surga akan dapat melihat Allah sesuai
dengan (Q.S. Al- Qiyamah : 22-23).
6.Mereka
tidak meyakini bahwa Nabi Muhammad mi`raj dengan ruh dan jasadnya.
7.Mereka
berpendapat bahwa manusialah yang menjadikan pekerjaannya, dan Allah sama
sekali tidak ikut campur dalam perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
8.Mereka
tidak meyakini adanya `Arsy dan Kursi”. Mereka mengatakan bahwa jika keduanya
benar-benar sebesar itu. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis, lalu
diletakkan dimana kedua benda tersebut. Mereka mengatakan kedua benda tersebut
hanyalah sekedar menggambarkan kebesaran dan keagungan Allah.
9.
Mereka juga tidak mengakui adanya malaikat “Kiraman Katibin” atau malaikat
Rajib dan Atid. Mereka berpendapat bahwa ilmu Allah telah meliputi segalanya,
sehingga tidak perlu lagi adanya pembantu dari kalangan malaikat.
10.Mereka
tidak meyakini adanya mizan, hisab, shirat, al- haudh dan syafa`at pada hari
kiamat kelak.
Aliran
atau sekolah pemikiran yang menegaskan bahwa berasio dengan logika adalah azas
yang paling baik dalam melakukan sesuatu tindakan ataupun menyelesaikan
masalah.
Dalam
hubungannya dengan pemikiran Islam, rasiolisme merupakan aliran yang pertama
muncul sebagai respon terhadap kitab ayat-ayat Al-Quran sehubungan dengan
penggunaan akal.
Aliran
rasionalis ini seiring dihubungkan dengan Mu`tazilah yang dipelopori oleh Washil
Ibn Atha` Al- Gazzal (689-749 M) murid kepada Hasan Al- Basri (642-728 H).
Hasan Al- Basri adalah seorang tabiin dengan sering kali diberi julukan sebagai
imam pada zamannya. Apbila dihubungkan dengan istilah salaf dan berpegang
dengan sunah, Hasan A- Basri adalah salah seorang dari kalangan mereka.
4.Gagasan Rasionalisme/ Mu`tazilah.
Memberi
keutamaan kepada akal dalam memahami ajaran Quran serta hadis. Kebebasan akal
terikat pada ajaran-ajaran mutlak Quran dan Sunah, yaitu ajaran yang termasuk
dalam istilah Qat`iy al-wurud dan Qat`iy al-dalalah.
Maksud
Quran dan hadis difahami sesuai dengan pendapat akal.
“Pemikiran
rasional dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal
seperti yang terdapat dalam Quran dan Hadis”. Oleh Prof. Harun Nasution
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyebaran
ajaran wahabi halus tetapi perubahan itu terjadi dan banyak masyarakat menilai
ajaran mereka sangat kaku dan keras akhirnya banyak kecaman dari masyarakat.
Pendidri ajaran wahabi adalah Muhammad bin Abdul Wahid. Ajaran ini dibawa
orang-orang yang pulang dari beribadah haji. Organisasi wahabi yang moderen dan
masih tetap bertahan adalah muhammadiyah. Ajaran dari wahabi menilai kebiasaan
masyarakat tradisional adalah bid’ah’.
Mu`tazilah
mempunyai lima ajaran dasar, perintah bernuat baik dan larangan berbuat jahat,
dianggap sebagai kewajiban bukan oleh kaum Mu`tazilah saja, tetapi oleh
golongan-golongan umat Islam lainnya.
Aliran
kaum Mu`tazilah dipandang sebagai aliran yang menyimpang dari ajaran Islam, dan
dengan demikian tak disenangi oleh sebagian umat Islam, terutama di Indonesia.
Pandangan demikian timbul karena kaum mu`tazilah dianggap tidak percaya kepada
wahyu dan hanya mengakui kebenaran yang diperoleh rasio. Sebagai diketahui kaum
Mu`tazilah tidak hanya memakai argumen rasuonal, tetapi juga memakai ayat-ayat
Al-Quran dan hadist untuk menahan pendirian mereka.
B. Saran
Demikian
yang dapat penulis sajikan, mungkin banyak kesalahan atau kekeliruan dalam
menulis karena ini semua jauh dari kesempurnaan penulis. Penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca agar penulis bisa
memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik. Dan semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Sholihin,
Ahmad. 2009. Aliran-Aliran Dalam Islam. Cet. 1, Bandung: Kawah Media.
Abbas,
Siradjuddin. 2006. I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah. Cet. XXXII, Jakarta:
Pustaka Tarbiyah.
http://id-id.facebook.com/notes/membongkar-kesesatan-wahabi/beda-sunni-dgn-syiah-dan-beda-sunni-dgn-wahabi/374592852616576
diakses pada 28 Maret 2014 pukul 09:08 WIB
http://labanursongo.blogspot.com/2011/10/kata-pengantar-puji-syukur-kami.html
diakses pada 28 Maret 2014 pukul 2:13 WIB
No comments:
Post a Comment